BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Munculnya ekonomi islam atau ekonomi
syari’ah dewasa ini telah membawa nama-nama pemikir islam klasik muncul kembali
,yaitu pemikiran dan gagasan ekonomi syari’ah tersebut. Nama-nama ekonom muslim
terpandang seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Abu Yusuf, Abu Udaid, Al-Ghazali, Ibnu
Rusyd, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, dan Asy-Syaukani menjadi rujukan serta
pijakan bagi perkembangan ekonomi islam. Ekonomi islam yang muncul pada abat
pertengahan awal abad 20 hingga dewasa ini telah menunjukkan eksistensinya.
Bahkan hampir sejajar dengan sistem ekonomi lainnya, seperti kapitalis dan
sosialis. Hal ini ditandai dengan banyaknya instrumen-instrumen ekonomi yang
menggunakan instrumen ekonomi syari’ah, seperti aqad syirkah, aqad qiradh, bai’
al salam, dan akad ijarah.
Dalam makalah ini kami akan membahas
terkait tentang
“ Muzara’ah”
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian muzara’ah?
2.
Bagaimana dasar hukum muzara’ah?
3.
Apa rukun dan syarat muzara’ah?
4.
Apa hikmah dari bermuzara’ah?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian muzara’ah
2.
Untuk mengetahui dasar hukum muzara’ah,
3.
Untuk mengetahui rukun dan syarat muzara’ah
4.
Untuk mengetahui hikmah bermuzara’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Muzara’ah
Secara etimologis muzara’ah ( المزارعة) adalah wajan (مفاعلة) dari kata الزرع yang sama artinya dengan الانبات ( menumbuhkan ). Muzara’ah berarti kerjasama dibidang pertanian
antara pemilik tanah dengan petani penggarap dan benihnya berasal dari pemilik
tanah.[1]
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, muzara’ah adalah kerjasama pengolahan
pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap, dimana pemilik lahan
memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara
dengan imbalan bagian tertentu ( presentasi ) dari hasil panen. Dalam kebiasaan
di indonesia disebut sebagai “ paron sawah “
Menurut istilah muzara’ah didfinisikan
oleh para ulama sebagai berikut :
1.
Menurut Hanafiyah, Muzara’ah ialah :
عقد
على الزرع ببعض الخارج من الارض
“Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian yang keluar dari
bumi”
2.
Menurut Hanabilah, Muzara’ah ialah :
دفع الارض الى من يزرعها او يعمل عليها والزرع بينهما
“ Menyerahkan tanah kepada orang yang akan bercocok tanam atau
mengelolanya, sedangkan tanaman hasilnya
tersebut dibagi diantara keduanya.”
3.
Menurut Syaikh Ibrahim al- Bajuri, Muzara’ah ialah :[2]
عمل عامل فى الارض ببعض ما يخرج منها و البذر من المالك
“ Pekerja mengelola tanah dengan sebagian apa yang dihasilkan
darinya dan modal dari pemilik tanah.”
4.
Menurut Syafi’i, muzara’ah ialah :[3]
معاملة العامل فى الارض ببعض ما يخرج منها
على ان يكون البذر من المالك
“ menggaarap tanah dengan apa yang dikeluarkan dari tanah
tersebut.”
B.
Dasar Hukum Muzara’ah
Dalam membahas hukum al- muzara’ah
terjadi perbedaan pendapat para ulama, Imam Hanafi dan Jafar tidak mengakui
keberadaan muzara’ah dan menganggapnya fasid. Menurut Asy-Syafi’iyah, haram
hukumnya melakukan muzara’ah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Muslimah dari Tsabit Ibn al-Dhahak :[4]
انّ رسول الله ص م : نهى عن المزارعة بلمؤجرة
و قال بأس ( رواه مسلم )
“ Bahwa Rasulullah SAW telah melarang bermuzara’ah
dan memerintahkan sewa-menyewa saja dan Rasulullah saw bersabda, itu tidak
mengapa “ (HR. Muslim)
Menurut mereka, objek akad dalam al-muzara’ah
belum ada dan tidak jelas kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk petani
adalah hasil pertanian yang belum ada ( al-ma’dum) dan tidak jelas (al-jahalah)
ukurannya, sehingga keuntungan yang akan dibagi, sejak semula belum jelas.
Dalam sebuah hadits lain ada yang
membolehkan hukum muzara’ah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim dari Ibn Abbas ra ;
ان النبى ص م. لم يحرم
المزارعة ولكن امر ان يرفق بعضهم ببعض بقوله من كانت له ارض فليزرعها او ليمنحها
اخاه فان ابى فليمسك ارضه (رواه البخارى)
“
Sesungguhnya Nabi saw menyatakan ,tidak mengharamkan bermuzara’ah bahkan beliau menyuruhnya,
supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain,dengan katanya, barang siapa
yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau memberikan faedahnya
kepada saudaranya, jika ia tidak mau maka boleh ditahan saja tanah itu.”
Jumhur ulama membolehkan akad
al-muzara’ah,tetapi harus mengemukakan rukun dan syarat harus dipenuhi sehingga
akad dianggap sah.
C.
Rukun dan Syarat Muzara’ah
1.
Rukun muzara’ah menurut jumhur ulama adalah :[5]
a.
Pemilik tanah
b.
Petani penggarap
c.
Objek al-muzara’ah, yaitu antara manfaat tanah dengan hasil kerja
petani
d.
Ijab
e.
Qabul
2.
Syarat muzara’ah menurut jumhur ulama adalah :[6]
a.
Menyangkut orang yang berakad
Untuk menyangkut orang yang berakad disyaratkan bahwa keduanya
harus orang yang telah baligh dan berakal.
b.
Menyangkut benih yang akan ditanam
Untuk menyangkut benih yang akan ditanam harus jelas, sesuai dengan
kebiasaan tanah itu dan akan menghasilkan.
c.
Untuk menyangkut tanah pertanian
Menurut adat dikalangan para petani, tanah itu boleh digarap dan
menghasilkan, jika tanah itu adalah tanah tandus dan kering, sehingga tidak
memungkinkan dijadikan tanah pertanian, maka akad al-muzara’ah tidak sah.
Batas-batas tanah itu jelas, tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani
penggarap, dan apabila pemillik tanah ikut mengelola pertanian itu, maka akad
muzara’ah tidak sah.
d.
Untuk menyangkut hasil panen
Pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas, hasil
itu benar-benar milik bersama orang yang berakad,tanpa bolah ada pengkhususan.
Pembagian hasil panen itu ditentukan setengah, sepertiga, atau seperempat sejak
dari awal akad, sehingga tidak menimbulkan perselisihan dikemudian hari dan
penentuaannya tidak boleh berdasarkan jumlah tertentu secara mutlak, seperti :
satu kuintal untuk pekerja atau satu karung, karena kemungkinan seluruh hasil
panen jauh dibawah jumlah itu atau dapat juga jauh melampaui jumlah itu
e.
Untuk menyangkut jangka waktu
Syarat untuk menyangkut jangka waktu juga harus dijelaskan dalam
akad sejak semula
f.
Untuk menyangkut objek akad
Untuk objek akad, jumhur ulama yang membolehkan muzara’ah
mensyaratkan juga harus jelas, baik berupa jasa petani, sehingga benih yang
akan ditanam datangnya dari pemilik tanah.
D.
Hikmah Muzara’ah
Hikmah yang
terkandung dalam muzara’ah adalah :[7]
1.
Saling tolong menolong ( ta’awun), dimana antara pemilik tanah
dengan petani penggarap saling menguntungkan
2.
Tidak terjadi adanya kemubaziran, yakni tanah yang kosong bisa digarap
oleh orang yang membutuhkan, begitupu pemilik tanah merasa diuntungkan karena
tanahnya tergarap.
3.
Meimbulkan rasa keadilan dan keseimbangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Muzara’ah berarti kerjasama dibidang pertanian antara pemilik tanah
dengan petani penggarap dan benihnya berasal dari pemilik tanah.
2.
Jumhur ulama membolehkan akad muzara’ah tetapi harus memenuhi rukun
dan syarat yang telah ditentukan
3.
Rukun muzara’ah adalah pemilik tanah, petani penggarap,objek
muzara’ah, ijab dan qabul
4.
Hikmah bermuzara’a diantaranya ; saling tolong menolong (taawun),
tidak terjadi adanya kemubaziran, dan menimbulkan rasa keadilan dan
keseimbangan.
B.
Saran
Demikian pembahasan yang kami sampaikan.
Harapan kami, dengan adanya tulisan ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan kita,semoga bermanfaat bagi para pembaca dan sudilah memberi motivasi, kritik,
saran yang selalu penulis nantikan untuk membebani karya-karya tulis yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Haroen, Nasrun. 2000. Fiqh Muamalah. Jakarta. Gaya Media
Pratama.
Sahrani Sohari, Abdullah Ru’fah. 2011. Fikih Muamalah.
Bogor. Ghalia Indonesia.
[1] Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, ( Jakarta, Gaya
Media Pratama, 2000 ) 275
MAKALAH INI DISUSUN OLEH FATKHUL JANNAH MAHASISWA INSURI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar